page contents

Saturday, January 25, 2014

Penerbit Faktur Pajak Fiktif ditangkap DJP

Jakarta -Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak berhasil menangkap seorang penerbit invoice / Faktur Pajak palsu, yang membuat negara rugi sekurang-kurangnya Rp 12 miliar.

Pada 8 Oktober 2013 lalu, telah ditahan seorang berinisial MDA karena diduga telah melakukan fraud/ tindak pidana perpajakan sesuai pasal 39A UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dengan sengaja menerbitkan faktur pajak, tetapi belum dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

Direktur Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak Yuli Kristiyono mengatakan, dalam menjalankan operasinya, MDA memanfaatkan 2 perusahaan, yakni PT BLM dan PT ACU untuk menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya. MDA ditangkap oleh penyidik pajak kantor wilayah Ditjen Pajak Jakarta Selatan.

"Nilai kerugian negara terkait kasus ini diperkirakan mencapai sekurang-kurangnya Rp 12 miliar," kata Yuli saat acara ngobrol santai dengan wartawan di Kantor Ditjen Pajak, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (16/1/2013).

Yuli mengatakan, atas kasus tersebut juga dilakukan pengembangan dan ditetapkan tiga orang tersangka lain berinisial DvH, DnH, dan YF. "Kita lakukan proses penyidikan cukup lama, kita lakukan penahanan. Saat ini kita P21 untuk 2 tersangka MDA, dan DvH," lanjutnya.

Para tersangka tersebut memiliki peran masing-masing. Di antaranya adalah sebagai penerbit, pengedar, dan juga pengguna faktur pajak palsu tersebut.

Selain itu, pada 30 Oktober 2013 lalu juga telah ditahan tersangka berinisial MM alias MR dengan modus yang sama. MM menerbitkan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, melalui perusahaan PT CAP dan PT CBT selama 2010-2013. MM ditangkap oleh penyidik pajak Direktorat Intelijen dan Penyidikan Ditjen Pajak.

Dalam melancarkan aksinya, MM membuat identitas palsu dan akta notaris palsu. Tak hanya itu, rekening bank juga dibuat dengan menggunakan identitas palsu. Estimasi kerugian negara yang diakibatkan Rp 55 miliar.

Dari 2 kasus tersebut, Ditjen Pajak menemukan pola transaksi dan aliran uang hasil penjualan faktur pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya sehingga dapat juga djerat dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) alias Money Laundering.